Minggu, 25 Maret 2012

Sopir Angkot, membahagiakan keluarganya

Saya tidak tahu juga apa tepat menempelkan cerita ini i di sini, tetapi ... ga ada salahnya dibagikan juga lah. Kisah indah sang bidan yang pengamat ... dengan hati.

Hari ini saya ke Hi tech Mall Surabaya. Seperti biasa naik angkot adalah ciri khas saya. Teman - teman sering tertawa melihat saya. Mengapa? Sebenarnya ada sepeda motor tapi repotnya saya ini tidak bisa belok kanan dengan baik. Setiap ada tikungan saya gugup. Tetapi kalau jalan lurus jangan tanya berapa kecepatan yang saya berani. Syukurlah
saya sempat punya SIM sebelum kecelakaan.

Ada sesuatu yang menarik  saat saya naik angkot, di bagian depan ada seorang ibu hamil dan anaknya kira - kira berusia sekitar 5 tahun. Istrinya hamil kira - kira 7 bulan. Dasar mata bu bidan tidak bisa lepas dari area perut. Melihat cara berbincang mereka, saya yakin perempuan disisinya bukanlah penumpang, tetapi istri dan anaknya.

Kemudian saya dengar perempuan tersebut berteriak lantang, sambil tangannya diacungkan di luar jendela  angkot.

“TP…THR..”

Tak lama kemudian ibu hamil itu turun di depan balai pemuda dan sang anak mengulurkan tangan pada  ayahnya supir angkot itu untuk minta “sangu”. Selembar uang lima ribuan diberikan pada anaknya dengan pesan,

” Jangan lama- lama ya nak, kasihan ibumu nanti capek” kata supir tersebut.

Saya tertegun dan sekaligus trenyuh dengan keadaan si ibu hamil itu. Dasternya tidak seberapa baik untuk seorang ibu hamil, karena tampaknya bahan yang tidak menyerap keringat dan tipis. Belum lagi tangannya tampak lepuhan kecil- kecil bekas garukan gatal - gatal, mungkin karena alergi dan perubahan hormon kehamilan.

Sesaat setelah ibu dan anak turun, saya yang duduk dibelakang supir tersebut menyapa’
” Putranya tadi pak?”
“Iya bu, anak pertama, itu tadi istri saya hamil anak kami kedua.
Sejak kemarin anak saya ingin nonton pertunjukan Reog Ponorogo di Balai Pemuda” jawabnya panjang lebar.

Oh…sederhana sekali keinginanmu nak, sesederhana daster ibumu, dan sangu dari ayahmu yang hanya lima ribu rupiah.
” Nanti dijemput lagi ya pak?” tanyaku penasaran.
” Iya bu, setelah saya mutar satu kali sekalian jemput sambil balik ke terminal, kadang mereka setiap hari minggu ikut saya keliling” jawab bapak tadi.

Hmm…luarbiasa. Saya jadi  terharu dan berpikir, orang - orang seperti ini masih punya kesempatan untuk membahagiakan anaknya dalam keterbatasan kondisi keuangan dan waktu, sembari  berjuang mencari nafkah menghidupi anak dan istri.

Terimakasih pak Supir, anda mengajarkan satu pelajaran penting buat para orangtua. Terutama orangtua yang sibuk mencari nafkah dan belum sempat memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan masa anak- anak yang sederhana namun tidak mungkin terulang.

Dalam hati kecilku sempat berdoa, semoga  pak supir mendapat banyak rejeki dan si ibu yang sedang hamil bayinya diberi kesehatan dan keselamatan kendati berkontak dengan karbon dioksida selama perjalanan dan duduk cukup lama dalam angkot. Allah menolong mereka, amin.

Sedikit catatan perjalanan ketika menyaksikan supir angkot berakhir pekan bersama keluarga.

Salam hangat

Bidan Romana Tari

-- 
Romana Tari
http://www.kompasiana.com/bidancare 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar